WELCOME SELAMAT DATANG SUGENG RAWUH, TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA THANKS FOR YOUR VISIT

Gama Prebiotic Cookies

Produk pangan fungsional berupa cookies berbahan dasar garut yang memiliki efek positif terhadap kesehatan karena kandungan prebiotiknya.

Profil Gama Prebiotic Cookies Company

Visi : Menjadi salah satu pengusaha terbaik di bidang industri makanan di Indonesia yang mengembangkan produk pangan fungsional...

Inovasi Produk

Gama Prebiotic Cookies dengan inovasi bentuk yang lucu sehingga lebih menarik minat Anda

Garut Sangat Potensial Meningkatkan Kesehatan

Berbagai penelitian telah membuktikan efek positif garut (Maranta arundinaceae L)dalam meningkatkan kesehatan saluran pencernaan

Sunday, February 9, 2014

Sekilas tentang Sosiopreneurship

"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain" 
Kami mendirikan perusahaan ini dengan basis Sociopreneurship dengan memberdayakan masyarakat Gunung Kidul. Besar harapan kami bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sana dan juga meningkatkan efektifitas lahan pertanian dengan penanaman tanaman garut.

Pengertian Sosiopreneurship ialah kewirausahaan berbasis sosial yang mana suatu bidang bisnis yang setiap individu dapat menggerakkan masyarakat sosial agar dapat berdaya saing secara global. Sociopreneurship adalah seni pengindahan kehidupan secara real. Kreatifitas yang tepat guna adalah nafasnya. 

Seorang sociopreneur, adlah manusia yang sadar cara menyeimbangkan tugas fisik sebagai manusia dan tugas hati sebagai manusia. Sociopreneurship....berbisnis, berusaha sukses, demi membantu lebih banyak orang.

Menjawab Kedaulatan Pangan dengan Sosioenterpreneurship





Di abad terakhir ini istilah kewirausahaan atau lebih dikenal sebagai entrepreneurship semakin ramai diminati dan dibicarakan. Sebenarnya sudah sejak dulu manusia di berbagai belahan dunia memahami peran wirausahwan dalam perubahan masyarakat. Kewirausahaan secara langsung maupun tidak memiliki arti penting dalam kehidupan suatu masyarakat atau bangsa adalah meningkatkan pendapatan masyarakat, mengurangi angka pengangguran, dan memanfaatkan sumber daya ekonomi menjadi lebih produktif, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan membantu terwujudnya pemerataan ekonomi.
Belakangan ini mulai muncul berbagai turunan dari entrepreneurship, salah satu yang cukup terkenal adalah sosioentrepreneurship atau kewirausahaan sosial. Sosioentrepreneurship secara singkat dapat diartikan sebagai entrepreneur berbasis sosial. Berbeda dengan entrepreneurship konvensional dalam sosioentrepreneurship ini berlaku kedaulatan masyarakat, intinya usaha yang ada itu berasal dari mereka, untuk mereka, dan oleh mereka dengan para pelaku sosioentrepreneur sebagai katalis atau pelopor.
Kalau kewirausahaan konvensional mengajak setiap orang untuk menumpuk keuntungan dan kekayaan materi, maka kewirausahaan sosial mengajarkan bahwa setiap orang harus peduli dan memberi kontribusi kepada masyarkat. Bahkan Muhammad Yunus, pemenang Hadiah Nobel 2006 sebagai ikon kewirausahaan sosial dunia dengan “Grameen Bank”-nya, pernah berkata, "Ketidakadilan sosial marak di dunia, wirausawahan sosial adalah jawabannya". Mungkin ada yang menganggap hal tersebut omong kosong, akan tetapi hal itu dapat ditepis karena yang mengatakannya adalah seorang pelaku sosioentrepreneruship, lebih-lebih lagi beliau adalah sosioentrepreneruship yang sukses dan terbukti dapat menjawab ketidakadilan sosial di sekitarnya.
Sosioentrepreunership atau social entrepreneurship berpotensi menjadi salah satu solusi untuk menggapai kedaulatan pangan di Indonesia. Ada banyak peluang yang bisa dimanfaatkan oleh para pelaku dan penggiat sosioentrepreneur di indonesia. Pertama, indonesia sangat kaya dan beragam dalam hal kearifan lokal. Bisa dibayangkan dari sabang sampai merauke, terbentang pulau-pulau yang terbagi lagi menjadi 33 propinsi, kemudian 33 propinsi terbagi lagi menjadi ratusan kabupaten, ratusan kabupaten tersebut terbagi lagi menjadi ribuan kecamatan, dan begitu seterusnya, hingga tingkat desa. Artinya, banyak sekali potensi-potensi tiap-tiap daerah yang unik, yang hanya dimiliki oleh satu daerah tapi tidak dimiliki daerah yang lain.
Tidak terasa, sebentar lagi ada momentum yang cukup besar, yaitu hari pangan dunia pada tanggal 16 Oktober. Selalu menjadi ironi dari dulu hingga sekarang, bagaimana mungkin Indonesia sebagai negara yang diberkahi dengan Sumber Daya Alam melimpah, tanah yang subur, dengan berjuta-juta flora dan fauna bisa hidup dengan baik di Tanah Air ini, di satu sisi ternyata sangat lemah dalam hal kedaulatan pangannya, tidak perlu jauh-jauh kedaulatan pangan, bahkan ketahanan pangan saja masih ngos-ngosan.
Sebelumnya sudah disebutkan bahwa potensi dalam negeri sangat banyak dan menjanjikan. Sebut saja salah satunya dalam hal pangan, untuk makanan pokok saja ada banyak sekali pangan alternatif selain beras, yang biasa dikonsumsi di beberapa daerah di berbagai penjuru Indonesia, sebut saja singkong, sagu, ubi jalar, jagung, dan masih banyak lagi. Begitu juga untuk buah-buahan, ada apel malang, jeruk bali, salak sleman, dan banyak lagi buah-buah khas daerah yang berbeda dengan buah sejenis dari daerah lain. Bukankah itu bukti nyata dari besarnya potensi untuk solusi dalam menjawab permasalahan pangan?
Untuk berhasil dalam mencapai kedaulatan pangan, petani dan nelayan memiliki peran yang sangat amat besar. Tapi kenyataan saat ini, justru petani dan nelayan yang termarjinalkan dalam lingkaran kemiskinan dan kekurangan. Kedaulatan Pangan hanya angan-angan belaka saja, selama pemerintah masih menganaktirikan para actor di bidang pangan ini, petani dan nelayan. Lihat saja sekarang, pemerintah masih fokus pada yang namanya ketahanan pangan yang tidak mempersoalkan apapun metodenya, yang penting keamanan pangan bisa dicapai, walaupun dengan impor pangan sana-sini. Sekarang saatnya hal itu diganti menjadi kedaulatan pangan, dimana akses modal dan teknologi bagi petani dan nelayan terjamin, juga perlindungan dari impor yang belakangan sangat menyiksa para petani. 
Menteri pertanian, Ir. Suswono pernah menyatakan bahwa diversifikasi pangan bisa menjadi solusi yang cocok dalam mencapai kedaulatan pangan di indonesia. Bicara tentang diversifikasi berarti bicara juga tentang kearifan pangan lokal yang sangat banyak dan beragam di Indonesia ini. Dan yang bisa menjadi pencetus dan pendorong pemanfaatan dan pengembagan kearifan lokal ini adalah sosioentrepreneurship.  
Ditempat lain, Menteri Sosial, DR. H. Salim Segaf Al-Jufri, MA, secara resmi menyatakan dukungan dirinya beserta departemen yang beliau pimpin, yaitu Departemen Sosial, kepada pengembangan sosioentrepreneurship dalam rangka menjawab berbagai permasalahan masyarakat di berbagai pelosok negeri. Banyak sekali aktivitas sosioentrepreneur dalam berbagai bidang dan di berbagai pelosok negeri terbukti dapat menjadi solusi dari permasalahan masyarakat, bahkan hingga membuat masyarakat di daerah tersebut semakin aktif dan sejahtera, misalnya di daerah Garut dengan Asgar Muda-nya atau daerah Bantul dengan Bank Sampah-nya.
Terbukti, inilah waktu yang tepat, waktu dimana dukungan datang dari banyak pihak, termasuk pemerintah melalui dua departemen raksasa setingkat Departemen Pertanian dan Departemen Sosial. Ada juga pihak swasta, LSM-LSM atau Perusahaan-perusahaan dengan program CSR (Corporate Social Responsibility), atau bahkan dari individu-individu dengan kekuatan finansial yang tinggi, semuanya siap membantu, tentunya hanya jika mereka bisa diyakinkan dan di lapangan dapat diterapkan secara optimal. Seperti kata AA Gym dengan semboyan 3 M-nya, Mulai dari diri sendiri, Mulai dari sekarang, dan Mulai dari hal yang kecil. 
Ditulis oleh : Muhammad H. Mustofa (Teknik Pertanian 2009)